Senin, 07 Mei 2012

Disuatu Senja

Senja hilang
mempertegas sepi!
Senja kembali menyenja, kutuk aku jadi angin!
Menguntai ketenangan senja
beraroma kopi torabika…
Saat senja aku berdoa,
dosa pun tak lagi menyayat hati.
Tak ada rasa bersalah atau pun penyesalan.
Yang ada hanya kebanggan.
Inikah pertanda matinya hati?
Mendung senja membelah keramaian
saat gerombolan binatang jalang menelan kerikil tanpa rasa kenyang…
Masa lalu hanyalah cerita
terperangkap sangkar kemunafikan
tradisi menguliti logika
air tuba mana yang tak sudi dicumbui keranda kuning?
saat erang kematian tak juga mengubur derita
Bukan! aku bukan mayat
yang dapat mereka campakkan sesuka nafsu
Di pintu gerbang ini aku berdiri kupikul duka sebanyak cerita

“Sengsara!” senja mengeluh.
Aku menjadi penusuk di punggung renta mereka
Setelah berpuluh-puluh tahun
mencabik mesra desah roman malam-malamnya
Anjing! Biadabnya aku!
Kepada siapa sesal ini kubagikan?
Meditasi futuristik
berkhayal mengarungi kedigdayaan sang pencipta (the God)
samping bukit berpasir,
senja merona malu
menenggelamkan sekoci peluh, penuh kemunafikan!
Sayup mengalir lirih saat senja
nafas Tuhani terenggut
di sela-sela reruntuhan malam para pemuja nafsu
seorang lansia memapah,
ambisi tuk bisa bertemu surga
aku yang terhimpit dosa
semalam,
berkata-kata lirih
saat subuh menjelma
Pesona kesunyian meringkik
gemulai-pasrah menjerit-jerit
saat kalian merintih kedinginan, anjing!
Gulita,
menjelma seakan nyata

Aku, sang pencari Tuhan saat senja menyenjakan rona cakrawala

Tidak ada komentar:

Posting Komentar